Rekayasa Lalu Lintas (Manusia Sebagai Pengguna Jalan)

Manusia Sebagai Pengguna Jalan

Pendahuluan

Sebagai komponen dari system transportasi, manusia memiliki berbagai fungsi penting sehubungan dengan kelancaran berlalu lintas. Pada dasarnya, manusia melakukan transportasi sesuai dengan kehendaknya, seperti mengenai tujuan dan dengan menggunakan moda transportasi apa, rute yang dilalui, hingga estimasi waktu yang akan ditempuh untuk sampai ke tujuannya.

Tanpa disadari ataupun tidak, perilaku kehidupan manusia itu sangat mempengaruhi sifat-sifatnya saat menggunakan jalan. Dalam konteks psikologi, pengaruh dari kebiasaan, dan pengaruh dari sistem organik manusia itu sendiri cenderung menjadi faktor utama terganggunya kelancaran berlalu lintas. Gangguan kelancaran berlalu lintas yang diakibatkan oleh kebiasaan seperti tidak mempedulikan keselamatan (baik diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan) dalam berkendara dapat berakibat fatal hingga memakan korban jiwa. Sikap tidak mempedulikan keselamatan ini dapat berupa tidak memakai helm standar (umumnya bagi pengendara sepeda motor), memacu kendaraan dengan kecepatan sesuka hatinya, mengabaikan lampu lalu lintas dan rambu-rambu, serta bentuk kelalaian lainnya yang berawal dari kebiasaan sang pengendara. Tentunya hal-hal di atas dapat berujung pada kecelakaan. Gangguan psikologis ini biasanya perlu waktu untuk mengatasinya dan diperlukan suatu bentuk pendekatan persuasif hingga peraturan yang sangat memaksa serta memiliki efek jera yang kuat.

Gangguan dari sistem organik lebih difokuskan pada kondisi tubuh yang tidak prima yang diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti kelelahan, sakit, mengantuk, mabuk, dan gangguan emosional yang dipengaruhi oleh makanan atau minuman. Sama halnya dengan gangguan akibat kebiasaaan, gangguan pada sistem organik manusia dapat mengakibatkan kecelakaan dan mengganggu kelancaran lalu lintas. Namun, untuk gangguan sistem organik ini tentunya bisa saja dicegah sebelum merencanakan perjalanan.

Tingkat emosional seseorang dapat berubah-ubah tergantung kondisi batin, pikiran, dan psikologinya. Oleh karena itu selain dari kebiasaan dan sistem organiknya, seorang pengendara sepatutnya memiliki kondisi kejiwaan yang stabil dan terkendali sehingga ia dapat mengemudikan kendaraan dengan aman dan nyaman. Sebagai contoh, seseorang yang sebelumnya mengalami permasalahan yang mengakibatkan tingkat emosinya dalam keadaan labil, seringkali berhalusinasi dan dianjurkan tidak mengemudikan kendaraan karena ia bisa saja melakukan tindakan-tindakan seperti: memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi, melanggar rambu-rambu dan lampu lalu lintas, ugal-ugalan, serta perilaku lainnya yang mengancam keselamatan dirinya dan orang lainnya.

Selain dari beberapa gangguan di atas, terdapat gangguan lain yang diakibatkan oleh pola tradisi masyarakat setempat. Sebagai contoh, terkadang lalu lintas di jalan raya terganggu akibat dari iring-iringan mobil atau kendaraan pengiring rombongan pengantin yang melintas membentuk platoon di jalan sehingga satu lajur jalan di isi dengan deretan kendaraan yang mengular dan mengakibatkan keleluasaan berpindah lajur menjadi terbatas. Contoh lainnya adalah kebiasaan warga setempat untuk berpergian ke tempat wisata pada hari libur atau akhir pekan misalnya, dapat menyebabkan ruas jalan menuju area wisata itu dipenuhi kendaran sehingga kapasitas jalan untuk menampung besarnya volume lalu lintas menjadi sangat jenuh hanya pada saat itu saja. Tentunya akibat dari kondisi ini menguji tingkat kesabaran para pengemudi dan banyak kecelakaan pada saat kondisi ini diakibatkan pengemudi yang tidak bisa mengontrol emosinya.

Related Post: