Ketika melintasi sepanjang jalan yang ada di kota anda, apakah sering anda melihat pelanggaran-pelanggaran lalu-lintas yang terjadi di depan mata anda sendiri?
Pastilah sering anda melihatnya. Entah mengapa hal ini menjadi ”budaya” jalanan yang mendarah daging, dari orang tua hingga anak-anak yang sudah bisa mengendarai kendaran bermotor.
Kesadaran akan bahaya bila melanggar aturan-aturan yang ada ini sepertinya sangat minim. Hal ini dibuktikan semakin meningkatnya jumlah kecelakaan yang terjadi, baik yang ditangani oleh pihak berwajib maupun yang tidak. Padahal aturan mengenai berkendara di jalan raya sudah sangat bagus, namun apakah sanksi akibat pelanggaran yang dirasakan kurang ”terasa” efek jeranya pada diri masyarakat sehingga masyarakat dengan santai melanggar peraturan tersebut.
Rambu-rambu dan lampu lalu lintas hanya menjadi ”hiasan” di jalan raya. Mengapa terjadi demikian? Karena masyarakat lebih takut ketika ada petugas dari pihak kepolisian daripada rambu-rambu dan lampu lalu lintas tersebut. Bisa kita mengambil contoh kasus di persimpangan mesjid lampriet misalnya. Kendaraan dari arah darussalam menuju kota dan sebaliknya suka menerobos ketika lampu lalu-lintas sudah menyala merah. Namun, ketika ada polisi yang menjaga seperti pada setiap paginya, hal itu tidak terjadi.
Memang benar rasanya bila kita mengingat adanya sebuah iklan rokok yang mengambil topik ”takut kalau ada yang jaga”. Lebih takut ditilang daripada keselamatan dirinya sendiri dan orang lain.
Biasanya, bila orang yang sering melanggar peraturan di jalanan sering kaitkan dengan prilaku sehari-hari. Misalnya, orang yang tidak sering menerobos lampu merah, mungkin sehari-harinya ia tdak sabar menunggu. Yang sering tidak memakai helm bagi pengendara sepeda motor, menganggap sepele tentang keselamatan dirinya sendiri karena terlalu yakin bahwa ia akan selamat. Yang sering kebut-kebutan biasanya orang yang ingin menunjkkan bahwa dirinya hebat. Yang sering melanggar rambu-rambu biasanya orang-orang yang menganggap sepele sebuah persoalan.
Fenomena yang menarik juga terjadi saat ini adalah masyarakat kota Banda Aceh semakin ”hobi” menekan klakson kendaraan. Bila anda tidak percaya, buktinya bayak terdapat di persimpangan yang ada lampu lalu lintasnya. Kira-kira baru 1 detik lampu hijau menyala, maka dari kendraaan yanga ada di barisan di belakang sudah membunyikan klakson, apdahal kendaraan di barisan depan bukannya tidak mau jalan, tapi butuh waktu speresekian detik untuk memacu kendaraannya. Kan hal yang mustahil ketika lampu sudah menyala hijau ada kendaraan yang langsung bisa melaju dengan kecepatan yang tinggi, sedangkan kendaraan itu sendiri juga punya tingkat kecepatan yang rendah pada ”gigi 1”, untuk melaju dari keadaan diam. Bila hal ini sering terjadi, berarti tingkat kesabaran warga Kota Banda Aceh sangatlah minim.
Daerah-daerah yang sangat rawan pelanggaran di kota banda Aceh ini sudah sangat banyak, apa lagi kita tinjau seluruh Aceh hingga seluruh Indonesia. Kita ambil sampel saja sepanjang Jalan T. Nyak Arief- Jalan Daud Beureu-eh atau jalan protokol dari Darussalam hingga ke pusat kota. Ada beberapa titik yang sering terjadi pelanggaran lalu lintas. Yang pertama adalah simpang Lamgugop, dimana kendaraan dari arah lamgugop sebenarnya tidak boleh belok ke kanan, namunnya nyatanya sering juga kita lihat ada sepeda motor yang melintas di pinggiran lajur kiri (bila kita lihat ketika melintas dari arah darussalam) yang bisa-bisa menabrak kendaraan lain yang melaju di lajur yang sebenarnya. Tak jauh dari simpang tersebut, ada simpang yang menuju gampong peurada yang kejadiannya sama dengan kejadian yanga ada di simpang lamgugop, kendaraan dari arah peurada yang seharusnya mengikuti rambu dengan tidak boleh belok kanan langsung dan harus memutar dahulu ke U turn di depan tempat doorsmeer itu, malah tidak mematuhinya dan kendaraan yang melanggar ini adalah sepeda motor. Karena dianggap bila melewati U turn, maka akan memakan waktu lebih lama daripada langsung belok kan dan memotong di U turn depan warung Mbak Moel.
Lanjut kita ke simpang mesra. Ada beberapa kendaraan dari arah kota memutar melewati lajur yang semestinya pada bundaran tugu pena, namun memotong di lajur yang lebih dahulu ia dapati yaitu lajur bundaran dari arah darussalam yang menuju krueng raya. Kita berlanjut ke U turn di depan pintu keluar POLDA Aceh, karean U turn ini sering digunakan oleh beberapa orang untuk memotong dari perumnas lingke belok kanan dan memotong di sana untuk melaju terus ke arah kota. Hal ini terjadi di u turn selajutnya di simpang peurada.
Terus ke simpang lampriet tepatnya di depan mesjid lampriet, namun sudah disampaikan permasalahnnya di atas. Di simpang jambo tape hal yang terjadi sama dengan halnya di simpang lampriet yaitu sering menerobos lampu lalu lintas, namun di simpang Jambo Tape ditambah dengan pelanggaran pengemudi yang memutar kendaraanya pada U turn yang sudah dipasang rambu tidak boleh belok memutar. Bila kita lihat di U turn di simpang Darma di depan kantor DPRD, ada beberapa pengemudi yang dari arah darussalam memotong untuk masuk ke arah simpang Darma, dan dari simpang arah kantor BAPPEDA dan DPRD memotong untuk menuju ke arah darussalam.
Sampailah kita di simpang lima. Penerobos lampu merah hampir ada dari semua simpang, ditambah dengan ada yang berbelok ke kanan dari lajur kiri. Hal ini bisa menimbulkan kemacetan.
Cukuplah sudah uraian tentang sampel pelanggaran yang terjadi di sepanjang jalan T. Nyak Arief- Daud Beuereu-eh. Mungkin masih terdapat beberapa pelanggaran lainnya, namun yang diuraikan di atas adalah ”pemandangan” sehari-hari yang biasa kita lihat sekarang ini. Saran penulis bagi semua pihak agar menyadari segala konsekuensinya bila melanggar peraturan lalu-lintas terlepas dari sanksi yang akan dikenakan. Kan pastilah semua pengemudi telah ada Surat Izin Mengemudi (SIM) kalau tidak kan tidak mungkin mengendarai kendaraan di jalan raya.
Originaly has been posted in 2008
0 comments:
Post a Comment
Kritik, Saran, dan Komentar anda sangat kami butuhkan demi kemajuan blog ini, terima kasih telah berpartisipasi.