Pada awal november kemarin, saya dan tiga rekan saya berkesempatan mendampingi dua orang turis asing asal Jepang. Dua turis ini selain berlibur ke Banda Aceh, juga dalam rangka melihat kondisi peninggalan-peninggalan masa tsunami 2004 silam. Kata rekan saya, mereka dulunya juga staf salah satu NGO pada masa tanggap darurat di tahun 2005 akan tetapi hanya dua bulan, namun setelah 2008 mereka kembali ke Indonesia dan sudah hampir tiga tahun menetap di Bali. Mereka berniat mengunjungi tempat-tempat seperti Museum Tsunami, Pelabuhan Ulee Lheue, hingga ke Water Boom di Mata Ie. setelah berkeliling seharian, pada malam hari nya kami makan malam di salah satu resto mie yang lumayan terkenal di Banda Aceh. Nah, di saat inilah terjadi percakapan yang buat saya bermakna dan sedikit malu juga. Tentunya percakapan ini dalam bahasa Indonesia, karena dua turis Jepang ini sudah lumayan fasih dalam berbahasa Indonesia. Turis yang pertama bernama Koichiro dan yang kedua bernama Satoru. Berikut percakapannya:
Rekan saya : Kenapa anda tertarik kembali datang ke Aceh? Bukannya di Jepang juga baru-baru ini terjadi Tsunami juga?
Kaoichiro : Alasannya sangat sederhana, kami sudah lama ingin menikmati kopi aceh dan keluarga kami tidak di prefektur miyagi yang kena tsunami.
Rekan saya : Bukannya di Bali tempat anda tinggal juga ada dijual kopi aceh?
Koichiro : Beda suasananya, lebih nikmat di sini.
(sempat bangga sebentar ketika mendengarnya, tapi tiba-tiba Satoru bertanya)
Satoru : Selama kita dalam perjalanan tadi, mengapa di Aceh ini banyak yang buta warna?
(kami terdiam sejenak, lalu saya bertanya)
Saya : Buta warna gimana? Gimana anda bisa tahu kalau di Aceh banyak yang buta warna?
Satoru : Buktinya, di traffic light banyak yang tidak berhenti saat lampu menyala merah.
Rekan saya : (sambil tertawa sedikit) Itu sih biasa, selama gak ada polisi yang jaga lanjut terus.
(Koichiro dan Satoru tertawa terbahak-bahak)
Koichiro : Peraturan dibuat untuk dilanggar ya???
(Kami terbahak-bahak juga bersama)
Saya : Emang gitu kenyataanya di sini. Sebelum ada korban jiwa, santai aja.
Satoru : Ha..ha.. Tahu gak kalian, bila satu orang melanggar traffic light dan selamat, maka 1000 orang lainnya akan mengikutinya.
(sejenak terdiam)
Saya : Iya sih, tapi kan gak semua begitu juga. Masih ada juga yang taat peraturan.
Koichiro : Ada, dan saya optimis jika masih banyak yang mau taat peraturan, tetapi harus ada orang dari pemerintah yang taat dulu. Bukannya takut sama polisi saja, takutlah pada resiko. Kendaraan bisa dibeli, tetapi nyawa tidak bisa dibeli.
Sekian dulu percakapannya. Karena kelanjutannya sudah jauh dari percakapan yang cukup mengharukan di atas. Semoga menjadi pencerahan dan bahan instrospeksi diri. Terima Kasih
0 comments:
Post a Comment
Kritik, Saran, dan Komentar anda sangat kami butuhkan demi kemajuan blog ini, terima kasih telah berpartisipasi.